Sebenarnya yang dilakukan Israel terhadap Jalur Gaza bukan sebuah perlindungan diri, melainkan tindakan yang bisa dikatakan tidak berimbang. Bayangkan, Hamas dari Jalur Gaza hanya melontarkan roket, sementara Israel menggunakan teknologi dengan presisi tinggi.
Sebagaimana dituliskan kantor berita Associated Press, Kamis kemarin, bagi para pilot Israel, pengeboman terhadap lokasi peluncuran roket Hamas lebih kurang mirip dengan berkendaraan dengan menggunakan petunjuk otomatis. Pilot hanya melakukan tugas dengan mengikuti petunjuk soal saran serangan.
Dalam lima hari serangan, pesawat tempur Israel telah melakukan 500 pengeboman. Hal ini masih didukung dengan ratusan tembakan dari helikopter perang, pesawat pengintai, baik yang berawak, maupun tidak berawak.
Menurut seorang pejabat senior Israel, Rabu (31/12), sasaran yang dituju termasuk pos komando Hamas, sekitar 130 lokasi peluncuran roket, lokasi amunisi, dan orang-orang yang terlihat membawa senjata.
Di antara sasaran itu adalah sebuah Pusat Hamas, Universitas Islam di Jalur Gaza, yang oleh pejabat Israel dikatakan sebagai pusat riset persenjataan.
Dikatakan, sebesar 95 persen dari sasaran serangan telah berhasil disasar. Hampir semua sasaran, termasuk bangunan, telah dibuat roboh.
Kini tujuan dari serangan Israel adalah mencecar lokasi peluncur roket, yang juga terus meluncur dari Jalur Gaza ke wilayah Israel. Sasaran utama lainnya adalah menyerang pelaku peluncuran roket.
Melukiskan cara mencari target, pejabat militer Israel, yang tidak disebutkan namanya itu, mengatakan, hal tersebut dimulai sebagai berikut. Pesawat pengintai, misalnya, mulai mengidentifikasi truk-truk atau pejuang yang mengangkut peluncur roket.
Informasi yang didapat dari pesawat pengintai dikirim ke komando pusat untuk dianalisis. Para analis militer Israel kemudian melakukan kesimpulan, apakah target tersebut berbahaya atau tidak.
Hasil analisis kemudian diberi sebagai masukan kepada pilot F-16. Pilot kemudian terbang ke dekat sasaran dan bom otomatis dijatuhkan. Bom itu pun masih dilengkapi lagi dengan laser petunjuk jalan.
”Ini sama dengan Anda mengemudi sesuai dengan arah yang sudah ditentukan sebuah alat petunjuk jalan, kami tahu persis di mana lokasi sasaran,” kata sumber itu.
Pejabat tersebut juga bertutur soal pengeboman tepat sasaran itu, aksi yang juga dibantu para agen rahasia Israel.
Untuk menghindari sasaran sipil yang tidak bersalah, kata pejabat itu, sebuah telepon otomatis akan mengontak warga yang ada di dalam bangunan yang menjadi target serangan. Tujuannya adalah agar mereka segera menghindari dari lokasi sasaran.
Pejabat itu menolak memberi tahu bagaimana mereka bisa mendapatkan nomor-nomor telepon di bangunan yang hendak menjadi sasaran.
Sejak serangan dimulai pada 27 Desember lalu, kebanyakan dari 400 orang korban tewas adalah para pejuang Hamas. Meski demikian, puluhan warga sipil, termasuk anak-anak, juga telah jadi korban.
Misi jangka pendek
Sementara itu, sebagaimana diberitakan televisi ABC, Amerika Serikat, Rabu (31/12), Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni mengatakan, tujuan jangka pendek dari serangan ini adalah menjungkalkan Hamas. ”Satu-satunya cara untuk melahirkan sebuah negara Palestina adalah dengan mengubah situasi di Jalur Gaza. Jadi, perubahan rezim diperlukan untuk mewujudkan visi dua negara,” ujar Livni.
Menjungkalkan Hamas, kata Livni, bukanlah tujuan dari serangan yang berlangsung sekarang ini, melainkan tujuan berikutnya. Jalur Gaza yang dikontrol oleh Hamas menjadi masalah bagi Israel, Palestina, dan kawasan. Livni mendukung penolakan Israel terhadap usulan gencatan senjata. ”Mereka akan mempermainkan gencatan senjata,” katanya.
Namun, di saat gencatan sudah tercapai sejak Juli 2009, di saat itu pula Israel terus memblokade Jalur Gaza. Di sisi lain, roket dari Jalur Gaza terus meluncur ke wilayah Israel.
Pandangan yang menyerukan agar Israel dan Palestina membuang paradigma lama, membuang perbedaan, tetap tak bisa diwujudkan. Kebencian antara satu dan lainnya masih tetap kuat.
sumber: kompas
Sebagaimana dituliskan kantor berita Associated Press, Kamis kemarin, bagi para pilot Israel, pengeboman terhadap lokasi peluncuran roket Hamas lebih kurang mirip dengan berkendaraan dengan menggunakan petunjuk otomatis. Pilot hanya melakukan tugas dengan mengikuti petunjuk soal saran serangan.
Dalam lima hari serangan, pesawat tempur Israel telah melakukan 500 pengeboman. Hal ini masih didukung dengan ratusan tembakan dari helikopter perang, pesawat pengintai, baik yang berawak, maupun tidak berawak.
Menurut seorang pejabat senior Israel, Rabu (31/12), sasaran yang dituju termasuk pos komando Hamas, sekitar 130 lokasi peluncuran roket, lokasi amunisi, dan orang-orang yang terlihat membawa senjata.
Di antara sasaran itu adalah sebuah Pusat Hamas, Universitas Islam di Jalur Gaza, yang oleh pejabat Israel dikatakan sebagai pusat riset persenjataan.
Dikatakan, sebesar 95 persen dari sasaran serangan telah berhasil disasar. Hampir semua sasaran, termasuk bangunan, telah dibuat roboh.
Kini tujuan dari serangan Israel adalah mencecar lokasi peluncur roket, yang juga terus meluncur dari Jalur Gaza ke wilayah Israel. Sasaran utama lainnya adalah menyerang pelaku peluncuran roket.
Melukiskan cara mencari target, pejabat militer Israel, yang tidak disebutkan namanya itu, mengatakan, hal tersebut dimulai sebagai berikut. Pesawat pengintai, misalnya, mulai mengidentifikasi truk-truk atau pejuang yang mengangkut peluncur roket.
Informasi yang didapat dari pesawat pengintai dikirim ke komando pusat untuk dianalisis. Para analis militer Israel kemudian melakukan kesimpulan, apakah target tersebut berbahaya atau tidak.
Hasil analisis kemudian diberi sebagai masukan kepada pilot F-16. Pilot kemudian terbang ke dekat sasaran dan bom otomatis dijatuhkan. Bom itu pun masih dilengkapi lagi dengan laser petunjuk jalan.
”Ini sama dengan Anda mengemudi sesuai dengan arah yang sudah ditentukan sebuah alat petunjuk jalan, kami tahu persis di mana lokasi sasaran,” kata sumber itu.
Pejabat tersebut juga bertutur soal pengeboman tepat sasaran itu, aksi yang juga dibantu para agen rahasia Israel.
Untuk menghindari sasaran sipil yang tidak bersalah, kata pejabat itu, sebuah telepon otomatis akan mengontak warga yang ada di dalam bangunan yang menjadi target serangan. Tujuannya adalah agar mereka segera menghindari dari lokasi sasaran.
Pejabat itu menolak memberi tahu bagaimana mereka bisa mendapatkan nomor-nomor telepon di bangunan yang hendak menjadi sasaran.
Sejak serangan dimulai pada 27 Desember lalu, kebanyakan dari 400 orang korban tewas adalah para pejuang Hamas. Meski demikian, puluhan warga sipil, termasuk anak-anak, juga telah jadi korban.
Misi jangka pendek
Sementara itu, sebagaimana diberitakan televisi ABC, Amerika Serikat, Rabu (31/12), Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni mengatakan, tujuan jangka pendek dari serangan ini adalah menjungkalkan Hamas. ”Satu-satunya cara untuk melahirkan sebuah negara Palestina adalah dengan mengubah situasi di Jalur Gaza. Jadi, perubahan rezim diperlukan untuk mewujudkan visi dua negara,” ujar Livni.
Menjungkalkan Hamas, kata Livni, bukanlah tujuan dari serangan yang berlangsung sekarang ini, melainkan tujuan berikutnya. Jalur Gaza yang dikontrol oleh Hamas menjadi masalah bagi Israel, Palestina, dan kawasan. Livni mendukung penolakan Israel terhadap usulan gencatan senjata. ”Mereka akan mempermainkan gencatan senjata,” katanya.
Namun, di saat gencatan sudah tercapai sejak Juli 2009, di saat itu pula Israel terus memblokade Jalur Gaza. Di sisi lain, roket dari Jalur Gaza terus meluncur ke wilayah Israel.
Pandangan yang menyerukan agar Israel dan Palestina membuang paradigma lama, membuang perbedaan, tetap tak bisa diwujudkan. Kebencian antara satu dan lainnya masih tetap kuat.
sumber: kompas
0 komentar:
Posting Komentar